Suatu kali Imam Syafi’i pernah turun dari tangga saat mengecat rumahnya karena melintas di bawahnya seorang tua, pakaiannya lebih mirip gelandangan. Sampai di bawah, Imam Syafi’i memberi salam hormat pada lelaki ini. Ada yang bertanya, “Wahai Imam, mengapa Anda sampai harus menghormatinya? Bukankah ia seorang gelandangan?” Imam Syafi’i menjawab, “Dia adalah guruku”. “Ah mana mungkin, seperti Anda berguru kepada orang tua itu, bahkan kabarnya pikirannya sedikit terganggu?”. Imam Syafi’i tersenyum, “Orang itu pernah mengajarkan kepadaku bagaimana membedakan anjing jantan dan anjing betina. Anjing jantan kalau sedang kencing ia mengangkat salah satu kakinya, yang betina tidak.”
Cerita di atas saya baca beberapa belas tahun yang lalu dalam buku kumpulan kisah teladan yang saya baca di perpustakaan sekolah. Saya mencoba mengingatnya kembali saat kini harus semakin mandiri sebagai ideaspreneur. Betul mencari ide bisa dari mana saja, tapi dari guru lebih berderajat beda dan karena beda kita harus memberi penghormatan berbeda. Guru berkumpul di sekolah, ya itu jelas. Kalau berkumpul di nightclub pasti beda ceritanya, tapi bukan berarti hanya guru sekolah saja yang pantas kita angkat sebagai guru. Alam dan isinya juga guru. Bahkan ada riwayat, kematian adalah guru terbaik.
Saya teringat mas Sukri, teman lama di asrama dulu pernah mengajarkan pelajaran kecil, jika kita selesai makan nasi bungkus, lipatlah kertas makannya sampai terlipat persegi, dilipat-lipat sampai ukuran kecil maksimal, kalau gak ingin lepas, karetin aja dengan karet yang tadi dipakai sebagai pengikat. So simple, bahkan jika kemudian tak dijumpai tempat sampah kita bisa menyimpannya dalam saku sampai nanti kita berkesempatan membuangnya.
Ada juga tentang pak Mursid almarhum, tukang cukur keliling bersepeda yang kadang numpang tidur di asrama kami saat itu. Beliau beberapa kali menunjukkan tulisannya, semacam sajak khas dalam balutan gaya tulisan era empatlima, mirip proklamasi. “Wah bagus sekali pak” kata saya. “Bisa menulis karena biasa membaca”, jawab beliau. Sebuah ujaran sekaligus ajaran yang sangat kena. Mungkin sekitar 9 tahun karir profesional saya di bidang yang sangat lekat dengan dunia komunikasi dan tulis menulis, ternyata benar, gerbang semuanya adalah membaca.
Namanya Irwan Yusuf, guru matematika sekaligus fisika saya memberi tahu satu hal yang saat itu tidak terpikirkan. Ternyata kita tidak bisa minum dengan 2 sedotan jika salah satunya ada di luar gelas. Juga ternyata walaupun beda berat antara sebuah penghapus dengan sebatang kapur, jika dijatuhkan dalam ketinggian yang sama (asal aman dari angin) keduanya akan jatuh bersamaan, gak percaya coba aja!
Media juga bisa mengajarkan banyak hal. Saya cukup surprise ketika menemukan artikel dan video IfiDie (jika saya mati) untuk aplikasi di facebook. Aplikasi ini akan memberikan pesan wasiat kematian kepada 3 orang kepercayaan kita yang menjadi friends Anda di facebook. Password pesan ini hanya akan terbuka setelah Anda meninggal, caranya memberitahunya bagaimana, Anda pelajari saja di www.ifidie.net. Pesan wasiat Anda bisa berupa teks atau video. Dengan headline “What Will You Leave Behind?” aplikasi ini menurut saya cukup unik..
Melalui sebuah tv luar negeri saya menjadi tahu ternyata ke depan, billboard yang sekarang banyak di pinggir jalan akan berinovasi menjadi bigboard. Bentuknya masih tetap raksasa jalanan tapi bisa memberikan konten secara update bahkan secara interaktif. Sekarang sudah banyak megatron, tapi ini akan lebih menarik karena bisa juga menjadi semacam papan skor untuk jajak pendapat dari sebuah pertanyaan yang dimunculkan. Masyarakat bisa mengirimkan sms ke nomor tertentu dan jumlah suara itu akan langsung dimunculkan. Kalau itu ada disini sekarang mungkin akan memiliki tiga nasib ; pertama, keterlibatan publik akan lebih cepat dan transparan terpublikasikan. Kedua, apesnya alat ini akan segera rusak, mungkin dicuri karena melihat ini ada TV gede banget kok dianggurin di tengah jalan. Yang agak sableng mungkin bertanya, remotenya dimana ya? Nasib ketiga, dirusak oleh orang-orang yang tidak ingin publik bersuara terlalu blak-blakan.
Sayang sekali space-nya terbatas, maaf saya harus cukupkan sekian. Saya tunggu feedback seru Anda di twitter saya : @trieha. Saya yakin ada banyak sekali ilmu-ilmu dari guru Anda yang sepertinya menarik untuk dibagi.