Kalau tidak penting rasanya tak mungkin topik ini selalu muncul hampir dalam setiap hasil rekomendasi Munas FOZ, tak terkecuali dalam Munas FOZ (Forum Zakat) ke-6 pertengahan April yang lalu di Semarang. Topik tersebut adalah sosialisasi dan publikasi. Tak bisa dipungkiri, untuk membuat sebuah topik menjadi isu bersama perlu didahului dengan kepentingan bersama (common interest) dan selera bersama (common preference).
Sederhananya begini, bapak saya dahulu pulang pergi kuliah dari rumah ke kampus lalu ke sekolah tempat beliau mengajar dengan naik sepeda. Tiga lokasi tersebut ada di 3 kota/kabupaten yang berbeda, rata-rata ya sekitar 50 km. Untuk ukuran bersepeda jarak tersebut rasanya jauh juga dan itu dilakukan setiap hari. Pernah ibu saya bergurau, “Kalau Kick Andy tahu mungkin bisa diwawancarai juga ya”..he he..Bapak saya memang berangkat dari keluarga kurang mampu, jadi bersepeda adalah satu bentuk keterbatasan walaupun jelas tetap menyehatkan.
Kini bersepeda bukan lagi berkonotasi kurang mampu, justru menjadi sebuah gaya hidup baru yang malah mengesankan kelas orang-orang mampu. Jadi mengapa semua persepsi ini bisa berubah? Sama dengan masalahnya pegiat zakat,yakni ; sosialisasi dan edukasi. Mungkin zakat atau lebih tepatnya pengelolaan zakat belum cukup dianggap penting sehingga ‘selera’ masyarakat belum marak terjadi. Banyak yang beranggapan bahwa media sosialisasi zakat atau kegiatan filantropi Islam ini kurang massif dilakukan. Di lain pihak masih saja ada pandangan bahwa jika ada sebuah lembaga pengelola zakat ‘agak’ massif berpublikasi dikesankan pemborosan atau bahkan mengambil hak dari yang seharusnya diberikan ke penerima zakat. Jadi pengelola zakat seakan tergencet dalam sandwich persepsi. Ini pun sebenarnya masalah edukasi, banyak diantara kita terlalu ‘hati-hati’ pada sesuatu yang sudah jelas boleh, sebaliknya terlalu permisif pada sesuatu yang sebenarnya jelas terlarang. Contohnya apa, ya cari aja sendiri..
Dulu sekali jaman awal kuliah di Komunikasi, ada rumus jadul tentang apa itu Komunikasi. Dan pak Harold Laswell menyatakan bahwa communication adalah soal Who (says) What (to) Whom (in) What Channel (with) What Effect. Jadi konten dan konteks sama-sama pentingnya. Isi pesan ajakan untuk berbagi sama pentingnya untuk memilih dan mengelola melalui saluran media apa. Walaupun saya usulkan keduanya dilakukan berurutan. Saya sering melihat bahwa komunikasi/sosialisasi perzakatan sering melompat pada wilayah hilir. Misal ; wih hebat euy itu ada yang iklan di TV, iklan di korannya gede banget, billboardnya mantaps di pusat kota atau spanduknya ada dimana-mana. Saya tidak terlalu aneh karena masyarakat kita sangat suka dengan hal-hal empiris, visual tapi maaf kadang malas menggunakan logika. Karena itulah sebuah pesan menjadi miskin ide, anggapannya toh sudah dipublikasikan di media-media bagus dan ber-rating tinggi. Contoh : sudah jelas banyak yang gak masuk akal dalam cerita sinetron, tapi masyarakat kita tetap saja suka.
Menurut saya, dunia perzakatan dan para aktivisnya (dan juga konsultannya) harus mulai menajamkan ide kreatif untuk sebuah atau berbuah-buah output konten yang kemudian akan disalurkan melalui beragam media. Don’t think media first! Yuk kita pikirin apa yang mau kita ajak kepada masyarakat sehingga timbul selera mereka untuk bersama mendukung aktivitas kedermawanan ini. Kami sering menyebut, temukan dulu BIG PICTURE-nya! Media hanyalah turunan pilihan setelah kita sepakati apa saja sih yang akan kita tawarkan, dan itu semua akan sangat dipengaruhi kepada siapa kita akan menyampaikan sosialisasi ini.
Dalam dunia serba internet sekarang ini, mencari BIG PICTURE tentang ide jadi gampang-gampang susah. Gampang karena begitu banyak informasi dan alat bantu hingga studi kasus tersedia, namun juga tidak mudah karena makin berlimpah kita harus berjuang menemukan orisinalitas. Sulit memang menemukan barang atau konsep betul-betul ori sekarang. Tapi di setiap masa, orisinalitaslah yang akan selalu menjadi yang terdepan dan karenanya kita mengenangnya, mungkin dengan istilah The Legend atau Heritage.
Maka apakah akan ada gerakan orisinal dan kreatif di para pengelola zakat usai Monas FOZ? Saya tidak menyambung kalimat tanya ini dengan…ya tunggu saja! Saya lebih memilih, ya saya siap menjadi bagiannya.