Orang bilang kita harus punya impian. Bener sih tapi saya agak kurang setuju, karena kalau banyak impian ya berarti kita masih tidur. Sehebat apapun kejadian tapi kalau belum bangun ya akhirnya nggak jadi apa-apa. Kecuali satu, mimpi ketemu Nabi.
Saya lebih suka menyebut : rencana hidup. Supaya gak cuma omdo alias omong doang saya mencoba menuliskan rencana hidup itu dan terangkum dalam sebuah MHMMD, Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan. Model ini dikembangkan DR Marwah Daud Ibrahim yang akrab dipanggil Bunda Marwah sekitar sepuluh tahun yang lalu dan masih terus dipopulerkan melalui beragam pelatihan.
Tak terasa MHMMD saya akan memasuki tahun ke-4 saat saya menuliskannya pertengahan tahun 2010. Tak disangka juga ternyata setelah dihitung ada 1.508 item rencana hidup yang tergaris untuk 26 tahun ke depan. Ada beberapa yang saya merge(gabungkan kolomnya), artinya ada beberapa item sama tapi itu hanya sebagian kecil karena asumsinya rencana itu harus tetap ada di beberapa kurun waktu.
Ada 11 kategori yang saya susun. Mulai dari Kompetensi, Guru, Finansial, Rumah, Elektronik, Spiritual, Travelling, Pendidikan, Keluarga, Karir dan Game Over. Sebagiannya punya sub judul, misal di kategori Finansial saya pecah menjadi : Penghasilan, Tabungan Liquid, Total Aset, Utang, Logam Mulia/Dinar, Kendaraan, Zakat & Donasi.
Semua kategori boleh dibolak-balik kecuali yang terakhir, Game Over. Ini adalah kategori yang saya merge mulai dari tahun 1-26, bisa dibilang ini adalah resolusi kematian saya. Ingin tahu bunyinya?
Jika saya harus meninggal, saya ingin meninggal dengan husnul khotimah, diwafatkan dalam iman, islam, ihsan dan bersyahadat. Tidak didahului dengan sakit berkepanjangan yang merepotkan keluarga. Tidak meninggalkan utang, kecuali pasti terbayar.Tidak boleh ada selametan/peringatan kematian, keluarga tenang minimal dengan tunjangan asuransi. Saya meninggal dengan nama yang baik, saat sholat jenazah kebaikan itu dipersaksikan oleh para takziah. Saya mewariskan catatan prestasi yang baik dalam perjuangan dakwah Islam. Saya selalu dikenang dalam keluarga sebagai anak yang shalih, suami yang baik, ayah yang membanggakan dan kakek yang penyayang. Semoga Allah menutup usia dengan taubat yang diterima.
Ketika hasil laboratorium memberi kabar ‘baik’ dengan ada kelainan langka dalam darah saya, dokter pun mengiyakannya, saya merasa perlu mengingat lagi MHHMD ini, terutama bagian akhirnya. Justru bukan untuk disesali tapi malah memacu bahwa hidup ini harus diisi dengan hari-hari padat penuh manfaat.
Jangan bayangkan MHMMD saya bertabur obsesi hingar bingar, sebagiannya mungkin sesuatu yang sederhana, bahkan tak wajar. Misal, saya ingin : pohon mangga depan rumah berbuah lebat (tahun ini mulai terlihat), naik andong 5 jam di jogja (wah teler bener tu kuda), berenang di sungai (mengenang masa kecil dulu), mencoba naik Shinkansen, naik balon udara, kenal Iwan Fals, bungy jumping di Bali dan sebagainya.
Yang agak ombes (omong besar…hehehe) misalnya ; Berdiri di depan 15.000 audiens dengan sukses, tentu bukan cuma berdiri ya, speach apalah gitu, profil saya masuk kolom SOSOK Kompas, syukur di Fortune. Memimpin countdown launching di depan screen sebesar NASA (ya mungkin mirip seperti yang pernah saya lihat di Control Centre PLN P3B Jawa Bali), kenal Presiden se-ASEAN, memblokir jalan sepanjang 1 km untuk konser Indonesia Raksasa di Banda Aceh, konser yg sama juga digelar di Jakarta dan Jayapura. TeleKONSER, disiarkan di 5 stasiun tv nasional, punya 9 bis kayak di Singapura (maksudnya bis tour yang pintunya bisa buka tutup sendiri J ), membiayai 3 mahasiswa kuliah di MIT Amerika, wah kalau ditulis semua jadi malu saya.
Ada juga yang rada berbau spiritual, misal : Mengangkat 100 anak asuh penghafal Al Quran, membiayai 10 mahasiswa kuliah di Al Azhar Mesir, melakukan perjalanan ke negeri Islam. Berdiri di depan makam Muhammad Al Fatih – pembebas Konstantin, bersujud di Al Quds, bersujud di Masjid di Afrika, penghafal Al Quran, tiap malam bisa tahajud dengan khusyu’ tanpa terpaksa dan sebagainya.
Tulisan ini jauh dari maksud unjuk diri, toh Anda mungkin juga punya versi sendiri yang tak kalah hebatnya. Yang saya yakini dalam keterbatasan dan kemisteriusan usia, kita perlu menaruh keinginan kita dalam rencana. Bisa jadi kalau kita nggak keumuran mencapaianya, siapa tahu bisa dilanjut oleh orang-orang terdekat kita.
Dinding pembatas yang lebih tebal dari tembok Cina adalah waktu. Sama halnya ketika para calon presiden begitu ketat bersaing untuk memenangkan kursi RI1 tahun 2014, karena kalau lewat tahun ini momentum itu bakal tak terulang lagi, mungkin karena faktor usia, faktor peta politik yang berubah, trendingnya tak sama dan lain sebagainya. Sekarang atau tidak sama sekali!
Karena itulah setelah kita punya rencana, saatnya kita hargai rencana itu dengan memulainya. The Power of Now, adalah satu semangat untuk Do Action.. Now! Saya kadang gemes misalnya melihat para pemuda, sudah punya penghasilan tetap, tapi masih ragu menikah. Di sudut merah, eh sudut sebelah ada berkumpul para pemudi juga menanti-nanti mengapa seharusnya para pemuda yang layak menikah itu tak kunjung berani melamar. Kadang saya tanya, kalian menunggu apa? “Jodoh, pak”, padahal lagi nunggu antri kamar mandi.
Sama halnya dengan fenomena menunggu presiden baru yang langsung atau tidak turut mempengaruhi laju dunia usaha. Ada keseragaman untuk bersikap wait n see. Betul bahwa presiden baru akan membawa harapan baru tapi bukankah bisa juga sebaliknya? Jadi daripada bertaruh dengan waktu, mending kita terus maju anggap saja siapapun nanti yang jadi kita tetap harus berdiri di atas kaki sendiri. Just do it, now!
Koalisi terbaik menurut saya adalah koalisi rencana dan aksi. Rencana keren tanpa aksi ya cuma jadi hiasan dinding, aksi tanpa rencana ya cuma keringetan tapi gak sampai ke tujuan.
Ok, sekarang kita mau nunggu apa lagi?