Hari-hari ini negeri kita semakin berisik. Jika yang berisik Java Jazz sih gak papa, masalahnya keberisikan yang lebih mengemuka lebih banyak membuat kita mengelus dada. Sebagiannya mungkin masih isu tapi justru karena belum tervalidasi itu aromanya malah lebih ringan terbang kemana-mana, mulai isu politik, hukum hingga deretan berita-berita miring public figure yang dianggap ‘nasional’. Pernah saya menulis tentang Low Trust Society. Sebuah kondisi dimana living cost menjadi sangat tinggi karena kita tak lagi merasa aman dari orang lain. Semua serba terancam karenanya kita jadi perlu melengkapi diri dan properti kita dengan segala unsur pengamanan. CCTV mungkin jadi semakin laris, tukang bangunan harus menyewa scaffolding/steger lebih banyak karena pagar-pagar rumah dibangun semakin tinggi, biaya perasaan juga semakin naik karena kita jadi serba khawatir naik kendaraan umum, akibatnya semua ingin naik dan memiliki kendaraan pribadi. Macet pun terjadi, kecurigaan sosial menjadi bumbu setiap hari.
Lalu idenya apa? Hmm..Mungkin kita perlu lebih sering berbagi. Tentu dari sumber yang halal ya he he..Bisa jadi karena banyak orang merasakan kesuntukan yang sama kemudian muncullah gerakan-gerakan berbagi yang marak di Indonesia. Ada yang berbagi ilmu, keahlian, kiat usaha, hobi, gaya hidup, motivasi, atau setidaknya berbagi cerita atau gambar lucu melalui hp. Didukung dengan banyak piranti kemudahan semua bisa di-share dengan cepat. Kita juga melihat beberapa gerakan yang secara aktif mendorong optimisme kita sebagai anak bangsa seperti gerakan Indonesia Mengajar, Akademi Berbagi, Indonesia Berkebun, Indonesia Setara, Beli Indonesia dan sebagainya. Saya rasa semua positif, bagaimana memberikan suatu aksi yang menurut mas Anies Baswedan sebagai penyala lilin dalam kegelapan. Semua aksi ini menjadi warna baru dalam gerakan sosial di negeri ini, seolah membuktikan bahwa kita semua masih memiliki harapan menjadi high trust society, dimana kita saling mempercayai satu sama lain karena semua interaksi dilakukan secara tulus.
Dalam konteks zakat, infak, shadaqah tentu tren berbagi ini layak menjadi enabler untuk memajukan filantropi Islam, apalagi kini dengan sangat jamak kita melihat atau lebih tepatnya membaca tulisan, tweet positif dari banyak orang. Wah banyak orang kok jadi begitu soleh dan bersemangat, ya anggap saja memang demikian toh semua mendukung tersusunnya atmosfer baru bernama semangat kemajuan. Inilah satu prasyarat menuju masyarakat berkepercayaan tinggi dimana kita saling mencintai orang lain sebagai saudara, kita tak sungkan saling meminta tolong karena kita yakin kita diikat dalam tali persaudaraan. Indonesia pun jadi terasa luas, pergi ke Aceh ada saudara, ke Majene disambut hangat, ke Merauke semua menyapa penuh hangat. Tayangan seperti Si Bolang (Bocah Petualang) sebenarnya menjadi satu representasi yang tepat bahwa kekompakan dan keceriaan itu masih lengkap ada di negeri ini. Aneh kan kalau kompak dan ceria hanya dengan diri sendiri, jadi untuk menghasilkan kekompakan dan keceriaan sehingga menjadi senyum maksimal jelas harus saling dibagi.
Potensi zakat sudah berbusa-busa disampaikan, saya tidak menganggap itu penting selalu digembar-gemborkan, justru edukasi bahwa berbagi bisa dilakukan dengan apa saja oleh siapa sajalah yg harusnya lebih dikembangkan. Berbagi bukan aksi elitis kalangan tertentu saja, oleh karenanya dalam syariat kita mengenal ada tingkatan dari zakat, infak sampai shadaqah, dari yang sangat spesifik sampai tak terbatas baik batas material maupun immaterial. Inilah spirit BIG SMILE Indonesia, bahwa untuk bisa merangkai senyum lebar kita bersama kembangkan semboyan #BIG ; Berbagi Itu Gaya, Berbagi Itu Gampang, Berbagi Itu Gue Banget!
Selamat berbagi!