AWAS ADA INTEL

 

Suatu ketika Umar bin Khaththab ra. mengetahui bahwa Rasulullah SAW pernah menyampaikan secara rahasia daftar nama-nama orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yamaan, rahasia ini tidak pernah disampaikan Nabi kepada satu orangpun selain kepada Hudzaifah. Umar pun segera menemui Hudzaifah, sambil berharap ia berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah, mohon engkau jawab, apakah aku termasuk orang munafik?” Karena kasihan melihat Umar bin Khaththab, Hudzaifah menjadwab, “Tidak, tapi aku tidak bisa menjamin seorang pun selainmu.”

Ketika Umar bin Khaththab menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar ash Shiddiq, ia bertanya kepada Hudzaifah, “Apakah ada di antara pejabat-pejabatku di berbagai daerah yang termasuk orang munafik?” Hudzaifah menjawab, “Ya, ada satu.” “Siapa dia?” tanya Umar. “Tidak akan aku sebutkan.” Tapi tidak berapa lama setlah itu Umar pun mengetahui siapa orang yang dimaksud sehingga ia segera memecatnya dari jabatannya. Apabila ada salah seorang kaum muslimin wafat, Umar bin Khaththab segera bertanya kepada Hudzaifah. Apabila ia tahu Hudzaifah menyolatkannya maka Umar juga akan menyolatkannya. Tapi apabila Hudzaifah tidak ikut menyolatkannya maka Umar juga tidak akan ikut menyolatkannya.

Dulu saya mendapat cerita dari guru saya, bahwa jika ingin melihat karakter manusia, pelajarilah dari kisah Mahabarata. Ada 100 tokoh pewayangan yang karakternya seakan mewakili gambaran karakter manusia sedunia, dari yang sangat tegas kebaikan dan kejahatannya sampai yang serba abu-abu. Dari lakon tersebut kita mengambil pelajaran, bahwa tidak semua warga Pandawa berakhlak surga, demikian halnya ada tokoh yang masuk sebagai penduduk Kurawa yang berkarakter mulia tapi sayang terjebak harus memerankan lakon-lakon antagonis karena alasan politis.

Hari ini kita semakin sulit mendefinisikan siapa Pandawa siapa Kurawa, bisa jadi Kurawa tapi berwajah Arjuna, atau beridentitas Kurawa tapi sejatinya adalah Pandawa yang wajib diselamatkan dari belitan kekuasaan. Maka ketika saya membaca kisah Hudzaifah ini rasanya kita merindukan  karakter seagung dirinya. Pribadi yang kemudian dikenal sebagai bapak intelijen & spionase kaum muslimin ini telah memberikan contoh yang nyata bagaimana menjaga rahasia, bagaimana mengendus bau-bau kemunafikan walaupun sangat halus adanya. Jika sekelas Umar saja ragu jangan-jangan ada kemunafikan dalam dirinya, mengapa kita masih begitu yakin seakan pasti berada di zona aman.

Pantas saja suatu ketika Umar bin Khaththab mengajak para sahabatnya untuk berangan-angan. Ketika beberapa sahabatnya mengangan-angankan rumah yang mereka tempati penuh berisi harta dan perhiasan untuk mereka infakkan di jalan Allah, Umar berkata, “Aku berangan-angan mendapatkan tokoh-tokoh seperti Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal dan Hudzaifah ibnul Yamaan memenuhi rumahku untuk aku gunakan dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Lalu kemanakah kita mencari Hudzaifah baru abad ini di saat pribadi Nabi dihinakan secara keji, dalam film, karikatur majalah, buku-buku bahkan game online. Dimanakah para intel yang seharusnya mencegah kejadian ini terjadi (dan terus berulang terjadi)? Mengapa sekarang justru dunia intelijen lebih dipenuhi oleh golongan orang-orang yang memojokkan Islam? Padahal saat kekhalifahan Utsman bin Affan, Hudzaifah memanfaatkan kemampuan intelijennya untuk mempersatukan umat di kala waktu itu ia melihat perbedaan tajam cara membaca (qiraat) Al Quran yang sangat potensial menimbulkan perselisihan dan perpecahan dalam umat Islam. Sebagai bentuk tanggung jawab atas keahliannya tersebut, Hudzaifah menghadap Amirul Mukminin Utsman bin Affan. Ia berkata kepada khalifah, “Wahai Amirul Mukminin, selamatkanlah umat ini sebelum mereka terjerumus dalam perbedaan tajam dalam kitab sucinya seperti perbedaan kaum Yahudi dan Nasrani dalam kitab suci mereka.” Kemudian Hudzaifah menjelaskan bagaimana kaum muslimin mulai berbeda-beda dalam membaca Al Quran seperti yang ia saksikan sendiri. Saat itu juga Khalifah mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka tentang hal tersebut. Akhirnya mereka sepakat untuk menulis Al Quran berdasarkan satu qiraat (cara baca) saja dan meminta kaum muslimin di berbagai daerah untuk membaca dengan qiraat tersebut serta meninggalkan qiraat yang lain. Langkah ini ditempuh demi kemaslahatan dan persatuan umat Islam.

Dari kisah ini jelas, ilmu intelijen seharusnya menjadi cabang ilmu dan keahlian yang harus dikuasai umat Islam. Inilah khazanah ilmu dan kekuatan yang dipraktekkan Muhammad Al Fatih saat menaklukkan Konstantinopel. Sebuah kekuatan yang tidak digunakan untuk menghinakan lawan apalagi dengan cara-cara asusila seperti kita lihat hari ini, tapi benar-benar dimanfaatkan untuk kemuliaan kemanusiaan yang penuh keadilan dan keberadaban.

Wallahu a’lam.

*) disarikan dari beberapa referensi, salah satunya buku 10 Pendekar Rasulullah, Kesatria Islam yang Gagah Berani, Penulis; Asyraf Muhammad al Wahsy, Jakarta: Gema Insani, 2011.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.