BERLIBURLAH

Ketika mau menulis tak ada ide, bolak-balik baca buku nggak juga ketemu aha baru, mungkin ini saatnya kita perlu refreshing.  Entah kenapa dulu saat SD istilah piknik disebut Darma Wisata, jika Anda mengalaminya mungkin kita se-era.

Sebenarnya wisata itu urusan objek wisata atau perjalanannya? Kalau jawabannya dua-duanya, ya itu sama saja dengan jawaban orang Indonesia yang kalau ditanya sering menjawab,“Tergantung, mas!”Menurut saya lebih karena perjalanannya, itu mengapa banyak orang tak merasa wisata jika tidak keluar dari daerahnya, kalau perlu keluar kota, keluar pulau, keluar negara kalau perlu keluar antariksa! Sama halnya ketika kita melihat warga yang tinggal di tepi pantai bertahun-tahun lamanya seolah tak merasa ada pemandangan elok menakjubkan di hadapannya karena dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tak istimewa. Orang kota ingin ke desa, orang desa menganggap kota adalah surga. Orang pantai ingin ke gunung, orang gunung sudah bosan makan sayuran, sesekali pengenikan bakar dan merasakan sensasi berlayar.

Bersafarlah! Berpindahlah! Bergeraklah! Setidaknya sebagaimana hadits dari Abu Hurairah, bahwasannya Nabi saw bersabda; “Bersafarlah niscaya kalian akan sehat, dan berperanglah niscaya kau akan berkecukupan” (HR Imam Ahmad, rijalnya tsiqah). Imam Ghazalimemperkuatnya dengan sebuah kalimat bijak, “Safir tajid ‘iwadhan ‘amman tufaariquhu”, lakukanlah perjalanan niscaya engkau akan mendapat ganti atas apa yang engkau tinggalkan. Dalam pengertian lain mungkin juga bisa maknai sebagai apa-apa yang telah kita keluarkan, misal biaya, waktu, dan sejenisnya. Tentu ini hanya diberlakukan untuk perjalanan dalam kebaikan, bukan malah dipakai sebagai kesempatan berbuat hal-hal melanggar pagar mumpungorang kantor atau orang kampung nggak pada tahu.

Salah satu cara saya meringankan beban anak buah adalah memberi kemudahan untuk karyawan mengambil cuti, tentu jika jatah cutinya masih ada dan load pekerjaan kantor aman untuk ditinggal. Mengapa? Karena sebagai perusahaan yang masih orde perjuangan, kami tak terlalu cukup berkelimpahan untuk me-wisata-kan setiap karyawan. Jadi untuk Anda para atasan, tak usahlah terlalu pelit tanda tangan..Yakinlah dalam liburan, selalu ada penyegaran. Bukankah satu bentuk efisiensi ; karyawan segar, biaya kantor tak keluar? Maaf kalau terkesan menyederhanakan.

Seorang sahabat senior suatu kali bercerita tentang kantornya di Jerman. Karena sistem kerjanya terencana dan terarsipkan dengan baik, ketika ada karyawan yang izin tidak masuk kantor, pekerjaan tetap berjalan normal. Setiap karyawan setiap hari selalu menginput secara elektronik progress pekerjaan yang dilakukan setiap hari ke satu sistem informasi manajemen sehingga jika harus diteruskan orang lain tidak harus teriak-teriak, “Eh file yang kamu kerjakan kemarin disimpen dimana?”

Beberapa karyawan yang nampak sudah suntuk dengan pekerjaan rutin malah diperintahkan perusahaan untuk mengambil cuti, demikian halnya bagi yang terlalu keasikan dengan pekerjaannya, karena kalau tidak disegarkan juga akan berujung pada keletihan. Pola ini juga sebagai bentuk ‘tes’ jika sewaktu-waktu ada pembajakan SDM, perusahaan tetap berjalan tanpa goncangan, karena ilmu dan pekerjaan tidak menempel sepenuhnya kepada orang, tapi kepada sistem.

Swedia bisa menjadi salah satu teladan, khususnya bagi ibu bekerja yang sedang melahirkan. Dalam sebuah referensi dari Huffingtonpost, ibu melahirkan di Swedia mendapat izin cuti 420 hari dan tetap mendapat upah cuti sebesar 80% gaji. Bahkan suaminya juga diberi kesempatan alias jatah cuti selama 2 bulan untuk mendampingi istri dan bayi mereka. Jika disejajarkan dengan perusahaan, mungkin bangsa kita masih dalam tahap Cari Makan, sementara negara-negara maju tersebut sudah eranya Pengembangan Diri, urusan perut sudah lewat yang lebih penting aktualisasi diri.

Dalam Islam, travelling bahkan disyariatkan, salah satunya ada dalam rukun Islam yaitu Haji. Dengan melakukan perjalanan kita bisa mendapatkan sudut pandang baru tentang suku bangsa, budaya, bahasa, adat istiadat, dan hikmah-hikmah berharga yang kadang muncul tiba-tiba.Bagi orang yang sudah biasa melakukan perjalanan ke luar negeri, berangkat umroh banyak transitnya itu menyebalkan, tapi tidak bagi bapak ibu saya. Ini adalah perjalanan keluar negeri keduanya setelah haji. Entah mengapa biro perjalanannya mengatur perjalanan tidak langsung dari Jakarta ke Jeddah tapi harus transit dulu di Malaysia, trus nyambung ke Oman baru ke Jeddah, Saudi. Asal happy ya jadi happy aja, wong setiap waktu makan minum enak-enak disuguhkan.

Pada dasarnya setiap suku bangsa adalah saudara kita karenya menurut saya dikotomi Barat dan Timur semakin tidak relevan. Karena Islam telah semakin subur di Barat bahkan diprediksi menyusul yang di Timur, setidaknya dari sisi kualitatif dimana mereka malah nampak lebih bersungguh-sungguh berIslam karena didukung budaya yang disiplin, menghargai ilmu dengan kehidupan ekonomi yang relatif lebih mapan.

So, mau travelling ke Amerika, ke India, ke Jordania, ke Toraja, ke Jogja, ke Papua selama kita menjaga diri dari kemaksiatan insya Allah akan hadir berlimpah hikmah untuk recharge energi kita. Sampai hari ini saya masih percaya, bahwa sensasi wisata terbaik bukan karena objek alamnya tapi karena orang-orangnya. Apalagi jika alamnya indah, orang-orangnya ramah, sungguh kombinasi yang sempurna.

Leave a Reply

Your email address will not be published.