Jika ditanya, “Apa yang paling menentukan saat Anda memilih rumah?” Beberapa kita menjawab, “Lokasi, lokasi, lokasi”. Ini adalah kredo yang dari dulu diyakini kesaktiannya, sampai suatu hari muncullah pengembang-pengembang profesional yang mulai merubah kredo itu dengan, “Pengembangnya, pengembangnya, pengembangnya!”
Para pengembang ini berusaha meyakinkan masyarakat bahwa lokasi memang penting tapi lokasi yang strategis menjadi tidak bernilai jika tidak dikelola oleh pengembang profesional. Sebaliknya, bisa jadi banyak lokasi yang awalnya tidak dilirik karena saking jauhnya dari kota, saking kumuhnya, atau saking terbelakang sarana prasarananya akhirnya menjadi perumahan bernilai jual sangat tinggi karena mendapat sentuhan dari pengembang modern kelas dunia. Kawasan tidak favorit ini kemudian tak hanya dirubah menjadi perumahan baru tapi bahkan menjadi kota-kota baru yang mempesona dan menjadi daerah elit baru.
Sampai kapankah ada kredo baru yang merubahnya? Oh saya bukan pakar yang tepat untuk menjawab. Namun ada kisah menarik terkait soal perumahan ini dari kemuliaan hidup seorang Hasan Al Bashri. Ulama besar era generasi Tabi’in ini pernah memiliki seorang tetangga beragama Yahudi. Suatu hari orang Yahudi ini hendak menjual rumahnya, setelah ditawarkan ada yang tertarik dan bertanya, “Berapa harga rumah ini?” Ia menjawab, “Sekian dinar” Yang menawar pun bertanya balik, “Wah mahal sekali mengapa beda 2 kali lipat dari harga pasarannya!”
Orang Yahudi itu pun menjawab, “Ini rumah istimewa. Harga yang pertama adalah harga rumah itu aslinya. Harga yang kedua adalah harga kamu bertetangga dengan Hasan Al Bashri.”
Subhanallah, tetangga yang baik ternyata dapat menaikkan harga sebuah daerah, baik itu harga dalam pengertian komersial maupun sosial. Seorang sahabat paruh baya mengatakan, ia mengontrak rumah di sebuah perumahan, ketika akan menyampaikan bahwa ia dan keluarganya harus pindah karena masa sewanya segera habis malah tetangganya yang menahan-nahan untuk tidak boleh pindah, bahkan kalau perlu warga siap membantu supaya rumah yang ditempatinya tetap bisa ditempati. Saya mengenal beliau sebagai tokoh yang berjiwa penolong dan sangat peduli dengan masyarakat, tak heran jika para tetangganya tak rela jika kehilangan kehangatan yang dijalin lama oleh beliau.
Seorang ulama juga pernah mengatakan bahwa pengaman rumah kita bukanlah pagar tinggi nan besar namun bisa jadi semangkuk sup yang kita antar ke tetangga sekitar. Kehangatan dan kebaikan kita sebagai pribadi dan keluarga pastilah akan sangat berpengaruh seberapa lingkungan kita menerima kehadiran kita. Dalam pengertian lain konteks baiti jannati, rumahku surgaku, bisa saja diperluas menjadi kampungku surgaku. Harga perumahan kita pun menjadi ‘mahal’ bukan sekedar dari sisi aset komersialnya namun benar-benar mahal karena manusia yang mengisinya benar-benar menenangkan dan membahagiakan.
Menenangkan karena kita jadi tak perlu biaya mahal untuk sekuriti, membahagiakan karena memang sesuai dengan doa Nabi, “Ya Allah ampunilah dosaku, luaskanlah rumahku, berilah keberkatan pada rezekiku. Kemudian baginda ditanya oleh sahabat : Mengapa doa ini yang banyak engkau baca ya Rasulallah? Dijawab oleh Nabi saw, apakah ada sesuatu perkara lain yang lebih kamu sukai ?”
Ini sejalan juga dengan hadits dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqosh -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda “Ada empat diantara kebahagiaan : istri yang sholihah (baik), tempat tinggal yang luas, tetangga yang sholih (baik), dan kendaraan yang nyaman. Ada empat kesengsaraan: tetangga yang buruk, istri yang buruk, rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk”. [HR. Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 4032), Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (9556), Adh-Dhiyaa’ Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh (no. 1048). Hadits ini dinilai shohih oleh Syu’aib Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 1445)]
Saya selalu terkesan dengan bapak saya, sejak dulu beliau dikenal sebagai pencatat nomor telepon dan alamat baik saudara, teman dan warga pada umumnya. Buku catatan itu menjadi berguna sekali ketika ada warga di kampung kami misal meninggal dunia atau ada berita tertentu yang penting diberitahukan kepada sanak keluarga di daerah atau kota lain.
Dulu saat belum musim handphone, telepon rumah kami sering dipakai untuk mengirim kabar. Bahkan ada beberapa keluarga yang dititipi pesan jika mengirim kabar ke kampung kami telpon aja nomor xxx, nomor telepon rumah kami. Bapak kemudian menyambungkan pesan dari saudara luar kota tersebut ke keluarga yang dimaksud. Ketika era handphone, phonebook bapak masih saja lengkap, beberapanya bahkan dihapalnya luar kepala. Peran sebagai contact centre pun masih berlanjut.
Dalam kalimat bijak Jawa ada istilah Migunani Tumraping Liyan. Bermanfaat bagi orang lain, dalam bahasa Arab juga dikenal istilah Nafi’un li Ghairihi. Inilah yang membuat orang lain betah bersama kita baik sebagai tetangga, sebagai teman dan sebagainya. Saya membayangkan betapa bahagianya tinggal bertetangga dengan Rasulullah saw. Mungkin perlu diriset juga apakah kemudian harga tanah dan rumah di sekitar rumah Nabi menjadi meningkat harganya karena ada bonus luar biasa ; menjadi tetangga Rasulullah saw dengan segala kebaikan dan kemuliaan akhlaknya.
Singkatnya, kita tak bisa terlalu menuntut nilai tambah itu dari orang lain. Kepada developer bisa saja kita menuntut menyediakan ; masjid, balai pertemuan, taman, jogging track dan sejenisnya, tapi seberapa kita bisa mendapat manfaat lebih tergantung juga dari seberapa besar kita sudah memberi kemanfaatan bagi lingkungan sekitar khususnya tetangga kita.
Semoga hubungan kita dengan tetangga sejalan dengan hadits Rasulullah s.a.w. berikut ini ;
Suatu ketika Rasulullah ditanya, “Ya Rasulallah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga.” Jawab Rasulullah s.a.w., “Jadilah kamu orang yang baik.” Orang itu bertanya lagi, “Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahwa aku telah berbuat baik?” Jawab Rasulullah s.a.w., “Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat.”
Karenanya ketika tetangga kita Australia menyadap handphone pemimpin kita, wajar kalau kita kecewa.